Ketua Komisi Pendidikan DPRD Jawa Tengan M. Iqbal Wibisono mengatakan, praktek kecurangan dalam ujian nasional bisa dilakukan oleh para pejabat dinas pendidikan. Sebab selama ini ada anggapan jika tingkat kelulusan siswa di suatu daerah rendah, maka daerah tersebut akan dianggap tidak maju. Sebaliknya, jika tingkat kelulusan tinggi maka daerah itu dianggap daerah yang maju. [TEMPO Interaktif, Senin, 21 April 2008]
Kasus kecurangan Ujian Nasional (UN) tampaknya merata di seluruh daerah. Forum Guru Garut (Fogar) menemukan kecurangan ujian yang diduga melibatkan Dinas Pendidikan Kab Garut. Menurut Ketua Fogar Dadang Johar, Jumat (25/4/2008), kecurangan dan kebocoran soal UN di Kab Garut terjadi dengan modus operandi yang lebih rapi dibandingkan tahun sebelumnya. [okezone.com, Jum'at, 25 April 2008]
Jakarta - Sedikitnya 26 guru, delapan kepala sekolah, dan 13 petugas tata usaha (TU) terlibat dalam kasus kecurangan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA sederajat. Mereka saat ini sudah ditahan oleh pihak berwajib, kata Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Dr M Yunan Yusuf, kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (25/4) siang. [www.sinarharapan.co.id, Sabtu, 26 April 2008]
Liputan6.com, Medan: Sejumlah pengajar yang tergabung dalam Komunitas Air Mata Guru Medan melaporkan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional di berbagai kabupaten dan kota di Sumatra Utara. Hasil temuan kecurangan ini dilaporkan kepada Gubernur Sumut.
Hingga saat ini, ada dua kemungkinan mereka melakukan “tugas kotor” tersebut. Pertama, mereka melakukan untuk dibisniskan. Mereka menjual soal-soal Ujian Akhir Nasional (UN) kepada siswa dengan harga yang menggiurkan. Dan kedua, mereka melakukan itu karena mereka ingin semua siswa mereka dapat lulus Ujian Akhir Nasional (UN) karena mereka tidak mau melihat siswanya sedih hanya karena tidak lulus Ujian Akhir Nasional (UN). Seperti yang diberitakan pada salah satu SMA di daerah Medan tentang kasus kecurangan pada Ujian Akhir Nasional (UN), para guru sengaja membenarkan jawaban para murid karena mereka tidak mau melihat orang tua siswa bersedih akibat anak mereka tidak lulus Ujian Akhir Nasional (UN). Para guru itu juga menyalahkan pemerintah yang dianggap tidak adil karena dalam Ujian Akhir Nasional (UN) tersebut, ada pelajaran Bahasa Inggris yang ikut diujikan. Para guru itu menyebutkan jika untuk SMA di kota-kota besar mungkin tidak begitu mengkhawatirkan dengan mengujikan Bahasa Inggris karena banyak siswa-siswa yang dapat mengikuti les bahasa Inggris. Akan tetapi, untuk siswa mereka yang rata-rata orang tuanya hanyalah bekerja sebagai petani, bersekolah saja sudah bersyukur, apalagi untuk mengikuti les. Mungkin cukup membingungkan jika kecurangan Ujian Akhir Nasional (UN) disebabkan pada alasan kedua. Di satu sisi, mereka melakukannya karena dengan niat mulia, tetapi di satu sisi, mereka sama saja menghancurkan definisi pendidikan itu sendiri. Padahal mereka adalah salah satu orang yang berperan besar terhadap pendidikan di Indonesia. Lalu, siapa yang disalahkan dan apa yang harus kita lakukan?
Apakah pendidikan di Indonesia hanya seperti ini. Lalu bagaimana bisa kita mengejar pendidikan negara-negara maju jika dari pendidikan SMA saja sudah seperti ini. Kapankan Indonesia bisa menemukan sistem pendidikan yang memang benar-benar baik? Mungkin itulah tugas-tugas kita sebagai genarasi muda untuk memajukan negara ini. Begitu banyak “lubang-lubang” yang harus kita tambal untuk memajukan negara ini. Dan salah satunya adalah memperbaiki sistem pendidikan nasional, karena pendidikan adalah syarat bangkitnya suatu negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar